Sistem Zonasi, Apakah Cocok Dilakukan di Indonesia? - Cella Svatantra

Cella yang berarti ruang (Latin) dan Svatantra berarti bebas (Sansekerta).

Kamis, 12 September 2019

Sistem Zonasi, Apakah Cocok Dilakukan di Indonesia?

    
     Dua minggu terakhir ini masyarakat Indonesia disibukkan dengan pendaftaran masuk sekolah, baik dari para orang tua, calon siswa ataupun panitia penerimaan siswa baru. Pendaftaran sekolah negeri baru dibuka pada tanggal 17 Juni 2019 sampai dengan 21 Juni 2019, pembukaan pendaftaran itu dilakukan secara serentak di seluruh sekolah negeri di Indonesia. Selama satu minggu itulah para orang tua dan calon siswa berusaha untuk mendapatkan tempat agar bisa menimba ilmu di sekolah impiannya.

    Namun, ada yang menarik dari pendaftaran siswa baru ini, yaitu sistem zonasi. Sistem zonasi merupakan salah satu peraturan terbaru yang mengacu pada Peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018. Dalam sistem ini, sekolah wajib menerima paling sedikit 90 persen dari jumlah peserta yang diterima untuk calon perserta didik yang berdomisili pada radius terdekat. Artinya, setiap sekolah wajib menerima calon siswa yang memiliki tempat tinggal dekat dengan sekolah tersebut sebanyak 90 persen, sisanya melalui jalur prestasi atau pindah tugas orang tua.

    Pemerintah hanya mewajibkan setiap sekolah menggunakan sistem zonasi ini, sisanya atau peraturan-peraturan lebih lanjut sekolahlah yang mengatur. Sehingga, sistem zonasi ini dibagi-bagi persyaratan untuk bisa masuk kriteria. Ada yang lebih mengutamakan jarak sekolah dengan tempat tinggal calon siswa, ada yang menggunakan nilai akhir UN baru dihitung jarak sekolah dengan tempat tinggalnya. Dari beberapa kriteria ini lah yang membuat banyak para orang tua calon siswa meras keberatan dengan sistem ini.

    Namun, diantara beberapa kriteria sistem zonasi ini, banyak sekolah yang lebih mengutamakan jarak antara sekolah dengan tempat tinggal calon siswa dibandingkan dengan yang memiliki nilai akhir UN yang tinggi. Maka dari itu, apabila calon siswa yang memiliki nilai akhir UN tinggi namun jarak rumah dengan sekolah impiannya di luar radius sekolah akan kalah dengan calon siswa yang memiliki nilai akhir UN sedang tetapi jarak rumah dengan sekolahnya dekat.

    Sebenarnya, sistem zonasi ini belum cocok untuk dilakukan di berbagai sekolah negeri. Pasalnya, banyak calon-calon siswa yang memiliki sekolah impian namun jarak nya jauh dari rumah, berbagai cara akan ia lakukan untuk bisa menuntut ilmu di sekolah impian nya. Namun, karena adanya sistem zonasi ini, calon siswa yang memiliki sekolah impian tetapi jarak nya jauh, ia harus mengurungkan niatnya, karena saingannya adalah para calon siswa yang berada di dekat sekolah tersebut. Sehingga peluang ia bisa menjadi siswa di sekolah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan mereka yang jarak rumah nya dekat dengan sekolah tersebut.

     Sistem zonasi ini mengikuti sistem yang digunakan perusahaan-perusahaan dalam memberikan pekerjaan kepada warga sekitar yang tinggal di daerah perusahaan tersebut. Perusahaan membuat pabrik atau gedung memberikan jaminan kepada warga sekitarnya bisa mendapatkan pekerjaan di pabrik atau gedung perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga merasa bahwa dunia pendidikan atau sekolah menggunakan sistem seperti perusahaan-perusahaan, memeberikan jaminan kepada anak-anak yang tinggal di daerah sekolah tersebut bisa mendapatkan kesempatan belajar.

     Kembali ke topik permasalahan, apakah sistem zonasi ini cocok dilakukan di sekolah-sekolah negeri di Indonesia, sedangkan banyak para orang tua dan juga calon siswa yang keberatan dengan adanya sistem zonasi seperti ini. Mereka berpikir sistem ini lebih menguntungkan masyarakat sekitar yang mengandalkan jarak rumah dengan sekolah dibandingkan kualitas kepintaran para calon siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar