Dua minggu terakhir ini masyarakat
Indonesia disibukkan dengan pendaftaran masuk sekolah, baik dari para orang
tua, calon siswa ataupun panitia penerimaan siswa baru. Pendaftaran sekolah
negeri baru dibuka pada tanggal 17 Juni 2019 sampai dengan 21 Juni 2019,
pembukaan pendaftaran itu dilakukan secara serentak di seluruh sekolah negeri
di Indonesia. Selama satu minggu itulah para orang tua dan calon siswa berusaha
untuk mendapatkan tempat agar bisa menimba ilmu di sekolah impiannya.
Namun, ada
yang menarik dari pendaftaran siswa baru ini, yaitu sistem zonasi. Sistem
zonasi merupakan salah satu peraturan terbaru yang mengacu pada Peraturan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018. Dalam sistem ini,
sekolah wajib menerima paling sedikit 90 persen dari jumlah peserta yang
diterima untuk calon perserta didik yang berdomisili pada radius terdekat.
Artinya, setiap sekolah wajib menerima calon siswa yang memiliki tempat tinggal
dekat dengan sekolah tersebut sebanyak 90 persen, sisanya melalui jalur
prestasi atau pindah tugas orang tua.
Pemerintah
hanya mewajibkan setiap sekolah menggunakan sistem zonasi ini, sisanya atau
peraturan-peraturan lebih lanjut sekolahlah yang mengatur. Sehingga, sistem
zonasi ini dibagi-bagi persyaratan untuk bisa masuk kriteria. Ada yang lebih
mengutamakan jarak sekolah dengan tempat tinggal calon siswa, ada yang
menggunakan nilai akhir UN baru dihitung jarak sekolah dengan tempat tinggalnya.
Dari beberapa kriteria ini lah yang membuat banyak para orang tua calon siswa
meras keberatan dengan sistem ini.
Namun,
diantara beberapa kriteria sistem zonasi ini, banyak sekolah yang lebih
mengutamakan jarak antara sekolah dengan tempat tinggal calon siswa
dibandingkan dengan yang memiliki nilai akhir UN yang tinggi. Maka dari itu,
apabila calon siswa yang memiliki nilai akhir UN tinggi namun jarak rumah
dengan sekolah impiannya di luar radius sekolah akan kalah dengan calon siswa
yang memiliki nilai akhir UN sedang tetapi jarak rumah dengan sekolahnya dekat.
Sebenarnya,
sistem zonasi ini belum cocok untuk dilakukan di berbagai sekolah negeri.
Pasalnya, banyak calon-calon siswa yang memiliki sekolah impian namun jarak nya
jauh dari rumah, berbagai cara akan ia lakukan untuk bisa menuntut ilmu di
sekolah impian nya. Namun, karena adanya sistem zonasi ini, calon siswa yang
memiliki sekolah impian tetapi jarak nya jauh, ia harus mengurungkan niatnya,
karena saingannya adalah para calon siswa yang berada di dekat sekolah
tersebut. Sehingga peluang ia bisa menjadi siswa di sekolah tersebut sangat
sedikit dibandingkan dengan mereka yang jarak rumah nya dekat dengan sekolah
tersebut.
Sistem
zonasi ini mengikuti sistem yang digunakan perusahaan-perusahaan dalam
memberikan pekerjaan kepada warga sekitar yang tinggal di daerah perusahaan
tersebut. Perusahaan membuat pabrik atau gedung memberikan jaminan kepada warga
sekitarnya bisa mendapatkan pekerjaan di pabrik atau gedung perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga merasa
bahwa dunia pendidikan atau sekolah menggunakan sistem seperti
perusahaan-perusahaan, memeberikan jaminan kepada anak-anak yang tinggal di
daerah sekolah tersebut bisa mendapatkan kesempatan belajar.
Kembali
ke topik permasalahan, apakah sistem zonasi ini cocok dilakukan di
sekolah-sekolah negeri di Indonesia, sedangkan banyak para orang tua dan juga
calon siswa yang keberatan dengan adanya sistem zonasi seperti ini. Mereka
berpikir sistem ini lebih menguntungkan masyarakat sekitar yang mengandalkan
jarak rumah dengan sekolah dibandingkan kualitas kepintaran para calon siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar