dok. pribadi
JAKARTA - “Sejauh
pengamatan, Irawan sudah menghasilkan empat antologi puisi tunggal, yaitu Anggur, Apel dan Pisau Itu (2016), Dan Kota-Kota Pun (2016), Giang, Menulis Sungi Kata-Kata
Menjadi Batu (2017) –
pemenang utama anugerah Hari Puisi Indonesia (2017), dan Air Mata Topeng (2017), antologi puisi terbarunya yang
akan kita bincangkan” ujar Maman dalam acara diskusi buku Air Mata Topeng karya Irawan Sandhya Wiraatmaja yang
diadakan di Warung Apresiasi (Wapress), Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, Rabu
(28/2/2018).
Buku Air
Mata Topeng ini memuat 102
puisi yang disusun secara acak. Meski begitu, patut dipertimbangkan cara
penyusunan tematik atau kronologis, agar pembaca tidak terlalu sulit mencari
benang merahnya. “Jadi, Irawan ini menyatukan puisi-puisi yang ia buat ke dalam
satu buku secara acak, namun, ia tetap mempertimbangkan susunan puisi nya agar
menjadi lebih bagus.” ucap Maman ketika menjelaskan isi dari buku tersebut.
“Siapa yang berkhianat? Bukankah garam
harus membagi dengan gula dalam sebuah pertemuan yang kekal, atau hanya
berjalan di arah yang berbeda, timur atau barat.” Puisi tersebut merupakan
bagian dari puisi yang terdapat di dalam buku Air
Mata Topeng. Judul puisi
tersebut adalah Sebutir
Garam di Secangkir Air. Menurut Maman, permainan puisi sering kali
tidak sama dengan permainan puzzle atau mengisi teka-teki silang,
“manusia dablek yang tidak tahu diri, sudah tahu
tersesat dalam komunitas, tapi toh malah keasyikan dengan ketersesatan nya”
Ucap Maman.
Irawan sendiri sudah mulai menulis ketika
ia duduk di bangku SMA. Awalnya ia hanya ikut tergabung dalam salah satu grup
menulis di SMA, namun, hingga saat ini, menulis puisi merupakan kebiasaan yang
tidak bisa ditinggal. Meskipun ia menjabat sebagai Kepala Arsip Nasional
Republik Indonesia, ia tidak melupakan hobi dalam menulis puisi, bahkan sudah
lima buku antologi puisi yang ia buat.
Dalam
acara diskusi kali ini, Irawan menuturkan proses kreatifnya dalam kepenyairan
juga sekilas tentang lahirnya buku kelima nya yang berjudul “Air Mata Topeng”.
Irawan juga membacakan puisi untuk temannya yang sudah almarhum, Wahyu
Prasetya. Beliau pernah memiliki rencana untuk membuat buku puisi bersama,
namun rencana itu belum tercapai hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar